Puasa Ayamul Bidh Di Hari Tasyriq

Puasa Ayamul Baidh di Hari Tasyriq


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Dalil tentang anjuran puasa ayyamul bidh terdapat dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadanya,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Hai Abu Dzar, jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (setiap bulan Hijriyah).” (HR. Turmudzi 761, Nasai 2425 dan dihasankan al-Albani).

Kemudian dalam hadis lain, dari Ibnu Milhan al-Qoisiy, dari ayahnya, dia mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ . وَقَالَ هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud 2449, Nasai 2434, dan dishahihkan al-Albani)

Keterangan lain disampaikan dalam hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. Nasai 2347 dan dihasankan al-Albani).

Sementara itu, puasa di hari tasyriq hukumnya terlarang.

Dalilnya, hadis dari Nubaisyah al-Hudzali, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

“Hari tasyrik adalah hari makan dan minum” (HR. Muslim 1141).

Berdasarkan hadis ini, para ulama mengatakan bahwa puasa hari tasyriq dilarang, kecuali bagi orang yang melakukan haji tamattu’, kemudian tidak memiliki hewan yang disembelih sebagai hadyu menurut pendapat Imam Malik, dan Imam as-Syafii dalam qoul qadim.


An-Nawawi mengatakan,

باب تحريم صوم أيام التشريق وبيان أنها أيام أكل وشرب وذكر الله عز وجل

Bab tentang haramnya puasa hari tasyriq dan penjelasan bahwa hari tasyriq adalah hari makan-makan dan minum, serta untuk banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala. (Syarh Sahih Muslim, 8/17)

Kemudian an-Nawawi menyebutkan hadis Nubaisyah dia atas.

Bagaimana dengan Puasa Ayyamul Bidh di hari Tasyriq?

Puasa ayyamul bidh terlarang dilakukan di tanggal 13 Dzulhijjah, karena ini termasuk hari tasyriq.

Dan kita punya qaidah ketika ada pertentangan antara kondisi yang membolehkan dan kondisi yang melarang,

إذا تعارض حاظر ومبيح, قدم الحاظر على المبيح

“Apabila ada pertentangan antara yang membolehkan dan yang melarang maka didahulukan yang melarang dari pada yang membolehkan.”

Atas dasar ini, kita dahulukan larangan puasa di hari tasyriq dari pada anjuran puasa ayamul bidh. Apalagi larangan di sini sifatnya haram, sementara puasa ayyamul bidh hukumnya anjuran. Karena itu, puasa tanggal 13 Dzulhijjah hukumnya terlarang.

Lalu bagaimana puasa ayyamul bidh?

Yang terbiasa puasa ayyamul bidh bisa puasa di tanggal 14, 15 Dzulhijjah. Dan ini kurang satu. Maka sebagai gantinya, dia bisa puasa di tanggal 16 Dzulhijjah.

Karena inti dari puasa ayyamul bidh adalah mengamalkan anjuran puasa 3 hari tiap bulan. Dan bukan syarat puasa 3 hari tiap bulan harus dilakukan di ayyamul bidh.

An-Nawawi mengatakan,

وثبتت أحاديث في الصحيح بصوم ثلاثة أيام من كل شهر من غير تعيين لوقتها، وظاهرها أنه متى صامها حصلت الفضلية، وثبت في صحيح مسلم عن معاذة العدوية أنها سألت عائشة: أكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم من كل شهر ثلاثة أيام؟ قالت: نعم، قالت: قلت: من أي أيام الشهر؟ قالت: ما كان يبالي من أي أيام الشهر كان يصوم

Terdapat banyak hadis sahih tentang anjuran puasa 3 hari tiap bulan, tanpa menentukan tanggal pelaksanaannya. Dan yang dzahir, selama orang itu puasa 3 hari tiap bulan, dia telah mendapat keutamaanya. Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa Mu’adzah al-Adawiyah pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apakah Rasulullah puasa 3 hari tiap bulan?” jawab A’isyah, “Ya.”

“Tanggal berapa beliau puasa?” tanya Muadzah.

Jawab A’isyah,

ما كان يبالي من أي أيام الشهر كان يصوم

“Beliau tidak memperhatikan tanggal berapa beliau puasa.” (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 6/384).

Sehingga, siapa yang tidak bisa melaksanakan puasa ayyamul bidh di tanggal 13 Dzulhijjah, bisa diganti di tanggal setelahnya.

Dr. Abdullah al-Jibrin pernah ditanya tentang hukum puasa ayyamul bidh di bulan dzulhijjah.

Jawaban beliau,

يجوز ذلك ولكن يبدؤها من اليوم الرابع عشر إلى السادس عشر ولا يصوم الثالث عشر لأنه من أيام التشريق التي جاء في الحديث: “أنها أيام أكل وشُرب.”

Boleh saja melakukan puasa di ayyamul bidh ketika dzulhijjah, namun dimulai sejak tanggal 14 sampai 16 Dzulhijjah. Dan tidak boleh puasa di tanggal 13 Dzulhijjah, karena ini hari tasyriq, yang dinyatakan dalam hadis, bahwa ‘Hari tasyriq adalah hari makan dan minum.’

Allahu a’lam.

Sumber: konsultasisyariah.com