Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Bolehkah melaksanakan ibadah qurban sebelum aqiqah? Ada 2 kemungkinan makna,
[1] Bolehkah berqurban, sementara dia belum mengaqiqahi anaknya yang baru saja lahir?
[2] Bolehkah berqurban, sementara dulu waktu kecil belum diaqiqahi orang tua?
Untuk pertanyaan pertama, pernah dibahas dalam artikel 'Melaksanakan Qurban Atau Akikah Dulu'.
Yang kesimpulannya bahwa itu diperbolehkan. Kembali melihat mana yang waktunya datang lebih awal. Jika waktu qurban lebih awal, maka dia bisa qurban terlebih dahulu. Dan sebaliknya.
Selanjutnya, bagaimana dengan status orang yang berqurban, sementara dulu waktu kecil belum diaqiqahi orang tuanya?
Diantara yang sempat membuat resah masyarakat, munculya pemahaman yang tersebar di tengah mereka bahwa berqurban sebelum aqiqah, status qurbannya tidak sah. Allahu a’lam, sungguh kami tidak pernah tahu, dari mana pemahaman ini berasal.
Berikut beberapa catatan untuk menjawab hukum berqurban, bagi mereka yang belum diaqiqahi orang tuanya?
Pertama, bahwa berqurban dan aqiqah adalah dua kewajiban yang berbeda. Dan keduanya tidak memiliki hubungan sebab akibat. Dalam arti, aqiqah bukan syarat sah qurban, dan demikian pula sebaliknya.
Tidak sebagaimana shalat dan wudhu. Keduanya ibadah yang terpisah, namun wudhu menjadi syarat sah shalat. Dalilnya, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Tidak ada shalat kecuali dengan thoharoh. (HR. Muslim 224)
Untuk menyebut amal A merupakan syarat amal B, semua butuh dalil. Sementara kami tidak mengetahui adanya dalil bahwa aqiqah adalah syarat sah qurban.
Kedua, bahwa aqiqah dan berqurban, yang bertanggung jawab berbeda. Aqiqah merupakan tanggung jawab ayah (orang tua) untuk anaknya. sementara qurban, tanggung jawab mereka yang hendak berqurban.
Karena itu, ketika si A belum diaqiqahi ayahnya, kemudian di tahun ini si A hendak berqurban, maka dia tidak bertanggung jawab untuk aqiqah terlebih dahulu, sebelum berqurban. Karena aqiqah, tanggung jawab ayahnya, dan bukan tanggung jawab si A. Sementara yang menjadi tanggung jawab si A adalah ibadah qurban yang akan dia laksanakan.
Al-Khallal meriwayatkan dari Ismail bin Said as-Syalinji, beliau mengatakan,
سألت أحمد عن الرجل يخبره والده أنه لم يعق عنه ، هل يعق عن نفسه ؟ قال : ذلك على الأب
Saya bertanya kepada Imam Ahmad tentang seseorang yang diberi-tahu orang tuanya, bahwa dirinya belum diaqiqahi. Bolehkah orang ini mengaqiqahi dirinya sendiri? Kata Ahmad, “Itu tanggung jawab ayahnya.” (Tuhfatul Maudud, hlm. 58).
Ketiga, sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang waktu kecilnya belum diaqiqahi, kemudian ketika dewasa dia hendak berqurban, maka sembelihan qurban yang dia lakukan, sudah mewakili aqiqah untuk dirinya.
Al-Khallal menyebutkan riwayat keterangan dari Imam Ahmad,
ذكر أبو عبد الله أن بعضهم قال فإن ضحى أجزأ عن العقيقة
Imam Ahmad menyebutkan bahwa sebagian ulama mengatakan, “Jika ada orang yang berqurban, maka sudah bisa mewakili aqiqah.”
وأخبرنا عصمة بن عصام حدثنا حنبل أن أبا عبد الله قال : أرجو أن تجزىء الأضحية عن العقيقة إن شاء الله تعالى لمن لم يعق
Kami mendapatkan berita dari Ishmah binn Isham, dari Hambal (keponakan Imam Ahmad), bahwa Imam Ahmad pernah mengatakan, “Saya berharap, semoga qurban bisa mewakili aqiqah, insyaaAllah, bagi orang yang belum diaqiqahi.” (Tuhfatul Maudud, hlm. 58)
Dari penjelasan di atas, tidak jadi masalah ketika orang yang belum diaqiqahi sewaktu kecil, boleh melakukan qurban. Karena aqiqah bukan syarat sah qurban.
Allahu a’lam
Sumber: konsultasisyariah.com