Hari raya Idul Fitri merupakan hari besar bagi umat islam. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslimin dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan penuh berpuasa. Dan sudah menjadi kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat kita, mereka saling memberi ucapan selamat hari raya Idul Fitri kepada sanak saudaranya.
Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri
Terdapat berbagai riwayat dari beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum bahwa mereka biasa mengucapkan selamat di hari raya di antara mereka dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ied (Idul Fitri atau Idul Adha), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian)”. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 2:446).
Ibnu Aqil menyebutkan beberapa riwayat. Di antaranya dari Muhammad bin Ziyad; beliau mengatakan, “Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu dan beberapa sahabat lainnya. Setelah pulang dari shalat ied, mereka saling memberikan ucapan, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum”. (Al-Mughni 2:250, As-Suyuthi mengatakan, sanadnya hasan).
Imam Malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari raya, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum’, atau ‘Ghofarallahu lana wa laka’. Beliau menjawab, “Saya tidak mengenalnya dan tidak mengingkarinya”. (At-Taj wal Iklil, 2:301).
Ibnu Habib menjelaskan maksud ucapan Imam Malik, “Maksud beliau, saya tidak menganggapnya sebagai sunah dan saya tidak mengingkari orang yang mengucapkannya, karena ucapan itu isinya baik, mengandung doa ….” (Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244).
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
“Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari raya ‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka”.
وَقَالَ حَرْبٌ : سُئِلَ أَحْمَدُ عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي الْعِيدَيْنِ تَقَبَّلَ اللَّهُ وَمِنْكُمْ .قَالَ : لَا بَأْسَ بِهِ ، يَرْوِيه أَهْلُ الشَّامِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قِيلَ : وَوَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ ؟ قَالَ : نَعَمْ .قِيلَ : فَلَا تُكْرَهُ أَنْ يُقَالَ هَذَا يَوْمَ الْعِيدِ .قَالَ : لَا .
Salah seorang ulama, Harb mengatakan, “Imam Ahmad pernah ditanya mengenai apa yang mesti diucapkan di hari raya ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha), apakah dengan ucapan, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum?’ Imam Ahmad menjawab, “Tidak mengapa mengucapkan seperti itu”. Kisah tadi diriwayatkan oleh penduduk Syam dari Abu Umamah.
Syekh Asy-Syabibi mengatakan, “Bahkan, wajib mengucapkan ucapan selamat ketika hari raya, jika tidak mengucapkan kalimat ini menyebabkan permusuhan dan terputusnya hubungan sesama ….” (Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244).
Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun hukum tahniah (ucapan selamat) dihari raya yang diucapkan satu dengan yang lainnya ketika selesai shalat ied seperti
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك
‘Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahalahullahu ‘alaik’ (Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu), dan yang semisalnya, telah diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwasanya mereka melakukannya dan para imam memberi keringanan perbuatan ini seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmad berkata, “Aku tidak akan memulai mengucapkan selamat kepada siapa pun. Namun jika ada orang yang memberi selamat kepadaku akan kujawab. Karena menjawab tahiyyah (penghormatan) adalah wajib. Adapun memulai mengucapkan selamat kepada oranglain maka bukanlah bagian dari sunnah yang dianjurkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang dalam syariat. Barangsiapa yang melakukannya maka ia memiliki qudwah (teladan) dan orang yang meninggalkan pun juga memiliki qudwah (teladan).(Al-Fatawa Al-Kubra, 2/228).
Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin
Ucapan yang banyak tersebar di Indonesia adalah ucapan “Minal aidin wal faizin”. Dan ucapan ini tidak satupun diriwayatkan dari para sahabat maupun ulama setelahnya. Ini hanyalah ucapan penyair di masa periode Al-Andalusi, yang bernama “Shafiyuddin Al-Huli”, ketika dia membawakan syair yang konteksnya mengkisahkan dendang wanita di hari raya. (Dawawin Asy-Syi’ri Al-‘Arabi ‘ala Marri Al-Ushur, 19:182).
Ucapan “Minal aidin wal faizin” seringkali diikuti dengan kata “Mohon maaf lahir dan batin”. Bagi yang kurang paham seolah-olah “Minal aidin wal faizin mempunyai arti mohon maaf lahir dan batin, padahal tidak demikian.
Ucapan “Minal aidin wal faizin mempunyai arti “Kita kembali dan meraih kemenangan”. Ini suatu kalimat yang kurang tepat jika diucapkan saat hari raya. “Kita kembali”, kembali ke mana? Dan ucapan semacam ini tidak pernah diucapkan oleh para sahabat ketika hari raya. Oleh karena itu, tidak selayaknya ucapan “Minal aidin wal faizin” diikuti dan dijadikan kebiasaan. Karena ucapan ini hanyalah ucapan penyair belaka.
Dan yang menjadi kebiasaan para sahabat adalah mengucapkan “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian) disaat hari raya. Dengan maksud saling mendoakan agar amal ibadah mereka selama bulan Ramadhan diterima Allah Ta’ala.
Dan pada saat Idul Fitri juga, terdapat kebiasaan dalam masyarakat kita untuk saling maaf memaafkan. Sering kita mendengar ucapan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” yang diucapkan saat hari raya Idul Fitri atau hari raya lebaran. Ini kebiasaan yang baik, namun yang perlu diingat dan diperhatikan bahwa saat Idul Fitri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan.
Bila mempunyai anggapan demikian, maka anggapan tersebut salah besar. Ketika berbuat salah, sebaiknya langsung meminta maaf, itulah yang tepat, tidak harus menunggu saat Idul Fitri. Karena tidak terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa saat Idul Fitri adalah waktu khusus untuk meminta maaf. Waktu untuk minta maaf dan memaafkan itu luas, yang lebih baik segeralah minta maaf ketika berbuat salah.
Menurut keterangan diatas maka, mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri itu diperbolehkan. Bisa dengan saling mengucapkan “Selamat Hari Raya” atau “Taqobbalallahu minna wa minkum” atau lainnya. Ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” juga tidak dikhususkan saat Idul Fitri saja, ketika Idul Adha juga dianjurkan untuk mengucapkannya. Sebagaimana dapat dilihat dalam riwayat yang sudah dijelaskan diatas. Allahu ‘alam. (Sumber: syariahislam.com).