Didalam bulan Sya'ban terdapat sebuah malam yang dinamakan malam Nisfu Sya'ban. Tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban diriwayatkan dari banyak hadits. Sedangkan pengertian dari malam Nisfu Sya’ban yaitu, Nisfu artinya pertengahan, maka malam Nisfu Sya’ban berarti malam pertengahan bulan Sya’ban (malam 15 Sya’ban).
Pada malam Nisfu Sya’ban sebagian ulama berpendapat bahwa pada saat itu terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari Baitul Maqdis kearah Masjidil Haram, seperti yang diungkapkan Al Qurthubi didalam menafsirkan firman Allah Ta’ala,
سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”.(QS. Al Baqoroh : 142)
Imam Al Qurthubi mengatakan bahwa telah terjadi perbedaan waktu tentang pemindahan kiblat setelah kedatangannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Ada yang mengatakan bahwa pemindahan itu terjadi setelah 16 atau 17 bulan, sebagaimana disebutkan didalam (shahih) Bukhari.
Sedangkan Imam Daruquthni meriwayatkan dari Al Barro yang mengatakan, “Kami melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam setelah kedatangannya ke Madinah selama 16 bulan menghadap Baitul Maqdis, lalu Allah Subkhanahu wa ta’ala mengetahui keinginan nabi-Nya, maka turunlah firman-Nya,”Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”. Didalam riwayat ini disebutkan 16 bulan, tanpa ada keraguan tentangnya.
Imam Malik meriwayatkan dari Yahya bin Said dari Said bin al Musayyib bahwa pemindahan itu terjadi dua bulan sebelum peperangan badar. Ibrahim bin Ishaq mengatakan bahwa itu terjadi di bulan Rajab tahun ke 2 Hijriyah.
Abu Hatim al Bistiy mengatakan bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah adalah pada hari senin, di malam ke 12 dari bulan Rabi’ul Awal. Lalu Allah Ta’ala memerintahkannya untuk menghadap ke arah ka’bah pada hari selasa di pertengahan bulan Sya’ban. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554).
Hadits Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
Hadits-hadits yang meriwayatkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban cukup banyak, namun para ulama berbeda pendapat tentang derajat hadits tersebut. Berikut ini beberapa hadits keutamaan malam Nisfu Sya’ban.
1. Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan”.
Al Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa”.
Peneliti hadits Al Haitsami menilai para perawi hadits ini sebagai orang-orang yang terpercaya. (Majma’ Al Zawaid 3/395).
Hadits dengan lafazh sama yang diriwayatkan Abu Musa Al-Asy’ari juga dishahihkan oleh syaikh Al-Albani (lihat As-Silsilat Ash-Shahihah 4/86). Beliau menilai hadits ini sebagai hadits shahih, karena memiliki banyak jalur dan satu sama lain saling menguatkan.
2. Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ
“Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa”.
Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perawi yang diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih dicatat)”.
3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar”. (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)
Hadits ini diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits ini merupakan hadits maudhu’ (palsu), karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits”. (Lihat Silsilah Dha’ifah, : 2132)
4. Riwayat dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, bahwa beliau menuturkan:
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam Nisfu Syaban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb”.
Hadits ini diriwayatkan At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan hadits ini”. Lebih lanjut, Imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya”. (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni tentang hadis ini: “Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat”. (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556).
Al-Albani menilai shahih hadits ini, beliau menganggap kelemahan dalam hadits ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadits ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِنَّ اللهَ تَعَالَى يَدْنُوْ مِنْ خَلْقِهِ فَيَغْفِرُ لِمَنِ اسْتَغْفَرَ إِلاَّ الْبَغِيَّ بِفَرْجِهَا وَالْعَشَّارَ
“Sesungguhnya (rahmat) Allah mendekat kepada hambanya (di malam Nisfu Sya’ban), maka mengampuni orang yang meminta ampunan, kecuali pelacur dan penarik upeti”.
Hadits ini diriwayatkan At-Thabrani dalam al-Kabir dan Ibnu ‘Adi dari Utsman bin Abi al-”Ash. Syaikh Al-Munawi berkata: Perawinya terpercaya. (Baca Syarah Al-Jami’ Ash-Shaghir 1/551)
6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللهِ يَنْزِلُ اللهُ تَعَالَى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِكُلِّ نَفْسٍ إِلاَّ إِنْسَانًا فِي قَلْبِهِ شَحْنَاءُ أَوْ مُشْرِكًا بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“(Rahmat) Allah turun di malam Nisfu Sya’ban maka Allah akan mengampuni semua orang kecuali orang yang di dalam hatinya ada kebencian kepada saudaranya dan orang yang menyekutukan Allah”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Daruquthni dalam as-Sunnah dan Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid. (Lihat Al-Amali 122).
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan : “Hadits ini hasan”.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Hadits yang menjelaskan keutamaan malam nisfu Syaban ada beberapa. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya. Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab shahihnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 245).
Dari hadits-hadits keutamaan malam Nisfu Sya’ban diatas, sudah dapat kita ketahui bahwa para ulama berbeda pendapat tentang status hadits tersebut. Sehingga para ulama berbeda pandangan tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban. Berikut ini pendapat para ulama,
Pendapat pertama,
Tidak ada keutamaan khusus pada malam Nisfu Sya’ban.
Malam tersebut statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban adalah hadits lemah.
Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh Abul Khithab bin Dihyah, dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban, mengatakan, Para ulama ahli hadits dan kritik perawi mengatakan, Tidak terdapat satu pun hadits shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban”. (Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33).
Dalam nukilan yang lain, Ibnu Dihyah mengatakan:
لم يصح في ليلة نصف من شعبان شيء ولا نطق بالصلاة فيها ذو صدق من الرواة وما أحدثه إلا متلاعب بالشريعة المحمدية راغب في زي المجوسية
“Tidak ada satupun riwayat yang shahih tentang malam Nisfu sya’ban, dan para perawi yang jujur tidak menyampaikan adanya shalat khusus di malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang suka mempermainkan syariat Muhammad yang masih mencintai kebiasaan orang Majusi”. (baca: Syiah). (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Syekh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadits dhaif tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadits yang menyebutkan keutamaan shalat di malam Nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadits).” (At-Tahdzir min Al-Bida’, hlm. 11)
Pendapat kedua,
Terdapat keutamaan khusus pada malam Nisfu Sya’ban.
Para ulama yang menilai shahih beberapa dalil tentang keutamaan Nisfu Sya’ban, mereka mengimaninya dan menegaskan adanya keutamaan malam tersebut. Diantara hadits pokok yang mereka jadikan landasan adalah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari;
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan”. (H.R. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Diantara ulama ahlus sunah yang memegang pendapat ini adalah, Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Bahkan beliau menganggap sikap sebagian orang yang menolak semua hadits tentang malam Nisfu Syaban termasuk tindakan yang gegabah. Setelah menyebutkan salah satu hadis tentang keutamaan malam Nisfu Syaban, Syaikh Al-Albani mengatakan:
فما نقله الشيخ القاسمي رحمه الله تعالى في ” إصلاح المساجد ” (ص 107) عن أهل التعديل والتجريح أنه ليس في فضل ليلة النصف من شعبان حديث صحيح، فليس مما ينبغي الاعتماد عليه، ولئن كان أحد منهم أطلق مثل هذا القول فإنما أوتي من قبل التسرع وعدم وسع الجهد لتتبع الطرق على هذا النحو الذي بين يديك. والله تعالى هو الموفق
Keterangan yang dinukil oleh Syekh Al-Qosimi rahimahullah dalam buku beliau “Ishlah Al-Masajid” dari beberapa ulama ahli hadits, bahwa tidak ada satupun hadis shahih tentang keutamaan malam Nisfu Syaban, termasuk keterangan yang tidak layak untuk dijadikan sandaran.
Sementara, sikap sebagian ulama yang menegaskan tidak ada keutamaan malam Nisfu Syaban secara mutlak, sesungguhnya dilakukan karena terlalu terburu-buru dan tidak berusaha mencurahkan kemampuan untuk meneliti semua jalur untuk riwayat ini, sebagaimana yang ada di hadapan anda. Dan hanyalah Allah yang memberi taufiq. (Silsilah Ahadits Shahihah, 3/139)
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, “… Pendapat yang dipegang mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Mazhab Hanbali adalah meyakini adanya keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para shahabat dan tabi’in ….” (Majmu’ Fatawa, 23/123)
Ibnu Taimiyah juga berkata, “Dari beberapa hadits dan pandapat para sahabat menunjukkan bahwa malam Nishfu Sya’ban memiliki keutamaan tersendiri. Sebagian ulama Salaf melaksanakan salat sunah secara khusus di malam tersebut”. (Faidl al-Qadír, Syaikh al-Munawi, II/302)
Ulama Tabi’in Atha’ bin Yassar mengatakan, “Tidak ada malam yang lebih utama setelah malam Lailatul Qadar kecuali malam Nisfu Sya’ban. Pada malam itu Allah Ta’ala turun ke langit dunia lalu menebarkan ampunan kecuali kepada orang menyekutukan Allah dan bermusuhan”.
Ibnu Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dahulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 247)
Dengan demikian, walaupun sebagian ulama menilai hadits-hadits tersebut tidak shahih, namun melihat dari hadits-hadits lain yang menunjukkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban yang banyak diriwayatkan dari berbagai jalur, maka dapat diambil kesimpulan bahwa, malam Nisfu Sya’ban jelas mempunyai keutamaan dibandingkan dengan malam-malam lainnya, seperti penjelasan diatas. Wallahu ‘alam.
Amalan Khusus Pada Malam Nisfu Sya’ban
Para ulama yang meyakini keutamaan malam Nisfu Sya’ban berbeda pandangan tentang dianjurkannya menghidupkan malam tersebut, terdapat beberapa pendapat,
Pertama, Dianjurkan
Sebagian ulama yang menganjurkan dilakukan secara berjamaah di masjid diantaranya, Khalid bin Ma’dan, Luqman bin Amir dan lainnya, mereka memakai pakaian terbaiknya, memakai minyak wangi, memakai celak mata dan berada di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rahuwaih (salah satu Imam Madzhab yang muktabar), dan beliau mengatakan tentang ibadah malam Nishfu Sya’ban di masjid secara berjamaah, “Ini bukan bid’ah”. (Dikutip oleh Harb al-Karmani dalam kitabnya al-Masail)
Kedua, Makruh
Dimakruhkan untuk berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya’ban untuk shalat, mendengar cerita-cerita dan berdoa. Namun tidak dimakruhkan jika seseorang salat (sunah mutlak) sendirian di malam tersebut. Ini adalah pendapat al-Auza’i, Imam ulama Syam, ahli fikih yang alim. Inilah yang paling tepat, InsyaAllah. (Syaikh al-Qasthalani dalam Mawahib al-Ladunniyah II/259 yang mengutip dari Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma’arif 151)
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Jika seseorang shalat pada malam nisfu sya’ban sendiri atau di jama’ah yang khusus sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian salaf, maka itu suatu hal yang baik. Adapun jika dilakukan dengan kumpul-kumpul di masjid untuk melakukan shalat dengan bilangan tertentu, seperti berkumpul dengan mengerjakan shalat 100 raka’at, dengan membaca surat Al Ikhlas terus menerus sebanyak 1000 kali, ini jelas suatu perkara bid’ah, yang sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama.” (Majmu’ Al-Fatawa, 23: 131)
Sebagian menganggap bahwa mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban untuk beribadah adalah bid’ah. Mereka berpendapat bahwa, tidak terdapat satu pun riwayat yang shahih, yang menganjurkan amalan khusus maupun ibadah tertentu ketika Nishfu Syaban, baik berupa puasa atau shalat. Hadis shahih tentang malam Nisfu Sy’aban hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya di malam Nishfu Sya’ban, tanpa dikaitkan dengan amal tertentu. Para ulama memperbolehkan memperbanyak amal ibadah secara mutlak di malam Nisfu Sya’ban, seperti shalat sunah, memperbanyak membaca AlQur’an atau amal saleh lainnya.
Didalam menghidupkan malam Nisfu Sya’ban, hendaklah melaksanakan ibadah dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti shalat, dzikir dan doa-doa hendaklah sesuai dengan dalil-dalil yang shahih. Tentang shalat raghaib, silahkan baca pada Hukum Shalat Raghaib.
Allahu ‘alam.
Sumber : https://www.syariahislam.com