Kadang terjadi salah pengertian dalam masyarakat tentang uang hasil pinjam dari bank. Apakah uang hasil pinjam bank bukan uang haram atau haram. Berikut sedikit gambaran tentang masalah tersebut.
Sebagai contoh ada seorang anak yang merasa resah dengan kehalalan nafkah yang diberikan ortunya, gara-gara ortunya berbisnis dengan modal dari bank. Si anak merasa, uang ortunya dan semua hasil bisnis ortunya adalah riba, karena hasil dari pinjaman bank.
Ada juga yang merasa bingung dengan status rumah KPR. Apakah itu berarti rumah haram, yang tidak boleh ditempati juga tidak boleh dijual. Karena dia beli dengan dana pinjaman bank.
Untuk itu, pahami hal-hal berikut :
Pertama, kita perlu memahami pengertian harta riba
Riba secara bahasa artinya tumbuh.
Allah berfirman dalam al-Qur’an tentang keutamaan sedekah,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
Allah membinasakan riba dan menumbuhkan sedekah. (QS. Al-Baqarah: 276)
Karena itu, sebagian ulama mendefinisikan riba dengan,
فضل مال بلا عوض في معاوضة مال بمال
Kelebihan harta tanpa ada ganti hasil dalam transaksi komersial antara harta dengan harta (Hasyiyah Ibnu Abidin, 5/169).
Pengertian riba di atas, mencakup riba fadhl, yang bentuknya penambahan dalam tukar menukar komoditas ribawi maupun riba nasiah, dalam bentuk penambahan yang disyaratkan untuk mendapatkan penundaan pembayaran utang.
Kedua, Uang Pinjaman Bank
Ketika ada orang yang meminjam uang di bank, dari sudut pandang nasabah, hakekatnya dia tidak mengambil uang riba. Namun dia mengambil atau menerima uang dari pihak yang melakukan transaksi riba.
Sebagai ilutrasi,
Di masa awal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, orang yahudi menjadi penguasa perekonomian Madinah. Mereka mendominasi pasar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melakukan transaksi dengan mereka. Ada yang jual beli, dan bisa dipastikan, ada juga transaksi utang piutang.
Salah satu karakter orang yahudi, mereka suka mengambil riba dan makan harta orang lain dengan cara yang bathil. Allah ceritakan dalam al-Quran,
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا . وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
“Disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa: 160 – 161)
Ketika kaum muslimin berutang kepada orang yahudi, mereka tidak disebut mengambil harta riba yang statusnya haram. Tapi mereka mengambil harta dari orang yang melakukan transaksi riba.
Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan,
تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلاَثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ لأَهْلِهِ
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, baju perang beliau masih digadaikan kepada orang Yahudi sebagai jaminan utang tiga puluh sha’ gandum untuk nafah keluarganya.” (HR. Bukhari 2916, Nasai 4668, dan yang lainnya).
Dengan demikian ketika seorang muslim pinjam uang di bank, uang yang dia terima statusnya halal. Sebagai peminjam, ini bukan uang riba (haram), meskipun dia pinjam dari bank, dan ada kemungkinan uang itu adalah uang riba.
Karena itu, usaha dan hasil yang dia dapatkan halal. Karena modal yang dia gunakan halal. Dengan catatan usaha yang dikelola juga halal. Baca juga ulasan hukum meminjam uang di bank untuk modal usaha.
Bukan Memotivasi Pinjam Uang ke Bank
Tulisan ini sama sekali bukan memotivasi pembaca untuk mencari pinjaman dari bank, sama sekali tidak. Karena meminjam di bank, berarti melakukan transaksi riba dengan pihak bank. Karena pada saat meminjam bank, dia menyetujui nota kesepakatan adanya penambahan ketika pelunasan (bunga). Dan itu riba.
Inilah yang menjadi masalah ketika seseorang meminjam uang di bank atau rentenir, bukan uang yang diterimanya. Tapi dia menyepakati transaksi riba, meskipun riba itu belum diberikan pada saat dia menerima pinjaman. Namun dia telah berkomitmen, bahwa dirinya akan memberikan riba (bunga) ketika pengembalian.
Orang yang melakukan kesepakatan demikian, mendapat ancaman hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba, nasabah riba, juru tulis dan dua saksi transaksi riba. Nabi bersabda, “Mereka itu sama.” (HR. Muslim 4177)
Ketika seseorang meminjam uang di bank, dia melakukan dua kesalahan yang diancam dalam hadis di atas,
Pertama, ketika meminjam dia menyepakati transaksi riba.
Kedua, ketika mengembalikan, dia memberi makan riba.
Artikel ini hanya meluruskan kesalahan dalam memahami bahwa, uang yang didapat dari pinjaman bank adalah uang riba. Sehingga turunan dari uang ini, semuanya haram. Padahal tidak demikian, justru posisi nasabah, yang akan memberikan riba (bunga) kepada bank. Bukan yang menerima riba dari bank.
Bagi yang Sudah Terlanjur
Bagi yang telah terlanjur pinjam bank, baik untuk modal maupun untuk konsumtif, seperti rumah dan kendaraan, sebisa mungkin agar segera dilunasi, dan berkomitmen untuk tidak semakin memperparah bunganya. Karena ini berarti semakin banyak memberi makan riba kepada bank. Demikian ulasan tentanguang hasil pinjam bank bukan uang haram, semoga dapat dipahami.
Sumber: https://www.syariahislam.com
Allahu a’lam
Sumber: https://www.syariahislam.com
Allahu a’lam